KEMERDEKAAN BELAJAR MELALUI APERSEPSI STAND UP SOLIDARITY DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Merdeka Belajar Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan upaya memanusiakan manusia, mengembangkan manusia menurut kodratnya. Dalam konteks pendidikan di sekolah proses pendidikan yang berlangsung di sekolah terjadi interaksi antara murid, guru, dan lingkungan belajarnya. Guru sebagai pamong berkewajiban menuntun murid tumbuh dan berkembang menurut kodratnya. Potensi yang dimiliki oleh murid berbeda-beda. Inilah yang harus menjadi perhatian utama guru untuk dapat mendesain pembelajaran yang lebih berpusat pada murid. Layaknya seorang petani atau pekebun yang merawat tanamanan. Tanaman itu memiliki kodrat untuk tumbuh, namun petani memiliki kewajiban untuk merawat dan mengupayakan tanaman itu tumbuh dengan baik. Tanaman perlu disiram, dipupuk, digemburkan tanahnya, atau dibersihkan bagian-bagian dari tanaman itu agar nanti dapat tumbuh dengan baik seperti yang diharapkan. Alasan mengapa filosofi Ki Hajar Dewantara sangat kuat untuk diterapkan sebagi bentuk kemerdekaan belajar bagi guru sebagai pendidik dan pengajar dan murid sebagai pebelajar karena pandangan Ki Hajar Dewantara menekankan pada kodrat manusia yang harus dibentuk menjadi “manusia”. Diperlukan suatu pemahaman tentang seperti apa manusia itu dalam hal ini adalah murid. Harus diapakan murid ini? Bagaimana cara yang tepat agar murid ini tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berbudi pekerti luhur, memiliki empati dan jiwa gotong royong yang tercermin dalam Profil Pelajar Pancasila. Penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara misalnya guru memperlakukan murid dengan kasih sayang baik dalam mengajar ataupun mendidik. Guru menjadi teladan dalam segala hal yang dilihat dan dicontoh oleh murid. Bagaimanapu murid memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini mesti dipahami oleh guru dalam bentuk diagnostik. Keterbatasan ini jangan menjadikan pemicu kemarahan atau hambatan jika tujuan belum tercapai dalam proses pembelajaran misalnya. Justru keterbatasan yang dimiliki oleh murid harus diupayakan agar murid menyadari dan mau untuk berusaha bangkit dari keterbatasan tersebut. Inilah intisari dari pemikiran Ki Hajar Dewantara yang tercermin dalam Tri Logi Pendidikan. Tantangan yang terjadi selama ini adalah banyaknya perilaku-perilaku murid yang tidak semestinya terjadi. Seperti minum-minuman keras, merokok, malas belajar, tawuran, tidak pernah beribadah, jarang membantu, dan tidak memiliki empati atau rasa hormat terhadap orang tua baik di rumah atau di sekolah. Inilah penyimpangan-penyimpangan kodrat yang menjadi permasalahan sekaligus tantangan. Mengapa hal seperrti ini banyak terjadi ? dimana letak kesalahan pendidikan? Bagaimana upaya menanggulanginya? Upaya yang dapat dilakukan misalnya orang tua harus menjadi “SAHABAT” bagi anaknya. Guru harus menjadi “SAHABAT” bagi muridnya. Jika kedekatan ini dapat terjalin, maka anak akan memiliki empati yang kuat terhadap SAHABATNYA. Terlebh lagi jika SAHABATNYA (guru/orang tua) mampu tampil menjadi teladan, motivator, sekaligus fasilitaor, pendorong anak untuk tumbuh dan berkembang seperti kodratnya menjadi manusia yang bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Satu hal positif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas/sekolah yaitu membangun karakter. Karakter tanggung jawab misalnya dengan menyepakati bersama seluruh murid tentang kebersihan kelas, petugas upacara, aturan selama kegiatan belajar, atau membantu temannya membahas pelajaran yang mungkin tidak dipahami. Diharapkan terbangun budaya gotong royong dari kedisiplinan semua murid. Olah rasa dengan mengajak murid mengenal lingkungan sekolah dan memunculkan empati untuk menjaga kebersihan sekolah. Apersepsi Stand Up Solidarity Pada dasarnya setiap murid dilahirkan memiliki energi. Energi yang sempurna didukung dari fisik dan mental yang baik. Keyakinan energi dalam diri juga terdapat dalam ajaran Hindu tentang Tri Pramana yang menyatakan bahwa manusia memiliki tiga kekuatan yang terdiri atas bayu, sabda, dan idep. Bayu adalah energi yang berasal dari proses metabolisme tubuh yang digunakan untuk beraktifitas. Sabda adalah kemampuan untuk berbicara, sedangkan Idep adalah kemampuan berfikir yang dapat digunakan untuk menentukan suatu keputusan. Pikiran menjadi penggerak utama keberhasilan suatu tujuan. Membangkitkan alam pikiran berarti memberikan energi pada jiwa dan raga. Energi yang diarahkan untuk pengembangan potensi diri akan membangun kekuatan aspek sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan pada murid. Bilamana situasi ini dapat ditumbuhkan dalam pembelajaran akan berdampak positif pada motivasi belajar murid. Untuk memantik minat awal belajar murid penerapan apersepsi stand up solidarity dapat diupayakan. Apersepsi ibarat pintu menuju ke dalam ruang ilmu. Dalam proses pembelajaran, apersepsi merupakan kegiatan pendahuluan yang diarahkan untuk mengkondisikan kesiapan belajar murid. Bila apersepsi yang diterapkan mampu membangkitkan energi dan minat belajar murid, maka motivasi belajar akan dapat ditingkatkan. Teknik apersepsi stand up solidarity memungkinkan murid memunculkan pengetahuan awal dan membangun pengetahuan baru yang akan dipelajari. Membangkitkan pengetahuan akan membangkitkan gairah belajar. Gairah yang meningkat menjadikan murid aktif menuntaskan proses pembelajaran. Alasan yang menguatkan penerapan stand up karena posisi step down atau duduk manis yang biasa dilakukan murid menyebabkan banyak yang mengantuk. Kondisi pada zona nyaman menyebabkan enggan untuk berinteraksi. Lain hanya jika murid dikondisikan untuk berdiri seolah-olah murid menjadi bagian dalam proses pembelajaran. Pada saat berdiri murid mengumandangkan yel-yel dan salam semangat kelompok masing-masing yang isinya sesuai dengan tema yang sedang dipelajari. Situasi menjadi semakin bersemangat dan menikmati proses pembelajaran. Stand up dalam Bahasa Indonesia berarti gerakan berdiri, sedangkan solidarity solidaritas atau kebersamaan. Menurut KBBI (1988) berdiri berarti tegak bertumpu pada kaki (tidak duduk atau berbaring) bangkit lalu tegak. Gerakan berdiri adalah suatu perubahan posisi badan menjadi tegak bertumpu pada kaki pada posisi tertentu. Dalam pembelajaran posisi belajar murid dapat duduk atau berdiri. Sikap duduk memberikan kenyamanan yang membuat siswa merasa betah, situasi duduk akan sangat menunjang prestasi belajar siswa pada murid yang sudah memiliki motivasi belajar. Namun sebaliknya, murid yang belum memiliki motivasi belajar dan arah konsentrasi yang belum jelas, memerlukan suatu gerakan yang dapat membangkitkan semangat, dapat mengubah situasi yang biasa menjadi berbeda. Gerakan yang dapat memantik motivasi dan mengubah suasana yang adem ayem menjadi aktif bersemangat adalah dengan melakukan gerakan berdiri. Utomo Dananjaya (2013) menyatakan melibatkan murid dalam proses pengalaman dan sekaligus menghayati tantangan, mendapat inspirasi, terdorong untuk kreatif dan berinteraksi dalam kegiatan dengan sesama murid dalam melakukan permainan akan dapat mengembangkan potensinya. Pelibatan murid berdiri sewaktu-waktu (stand up) dalam pembelajaran menjadikan murid lebih berkonsentrasi. Situasi ini dikarenakan murid menjadi terlibat, menjadi aktif, dan ikut meramaikan suasana pembelajaran. Menurut Wikipedia.com (diakses 13 Pebruari 2020) solidarity diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi solidaritas yang berarti kesadaran akan minat, tujuan, standar, dan simpati bersama yang menciptakan rasa psikologis akan kesatuan kelompok atau kelas. Kebersamaan digelorakan dengan semangat yel-yel solidaritas. Yel-yel dapat membangkitkan rasa persatuan, saling mengisi kekurangan dan kelebihan sehingga semua murid memiliki peran yang sama dan mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan belajar saling meneladani. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa apersepsi stand up solidarity adalah suatu gerakan berdiri bersama dalam kelompok yang dilakukan diawal dan pada proses pembelajaran bertujuan untuk membangkitkan motivasi belajar. Berdiri menjadikan murid lebih aktif mengikuti pelajaran. Keterlibatan murid melalui gerak berdiri menghilangkan paradigma murid sebagai objek, namun menjadikan murid bagian dari proses pembelajaran. Solidarity dapat membangun semangat dan kepercayaan diri setiap murid dalam kelompok. Solidarity diwujudkan dalam bentuk yel-yel kelompok dan semangat kebersamaan bilamana kelompok atau anggota kelompok ada yang berpartisipasi. Solidarity adalah suatu penyemangat atau pemantik motivasi karena digelorakan dalam bentuk gerakan, hentakan, tepukan, atau ucapan-ucapan pembangkit semangat. Pembelajaran Berbasis Masalah Trianto (2009:22) mendefinisikan model pembelajaran berdasarkan kata penyusunnya. Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Pembelajaran adalah interaksi proses belajar mengajar melalui berbagai cara untuk mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalm mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Sedangkan Arends (dalam Trianto, 2009:22) juga mendefinikan model pembelajaran suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya dan sistem pengelolaannya. Menurut Suyono (2011) belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Sedangakan model pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan. Terdapat sintaks atau proses yang harus dilalui dan tidak dapat dipisahkan antara tahapan satu dengan tahapan berikutnya. Kemdikbud (2015) menyatakan model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar murid mendapat pengetahuan penting, yang membuat murid mahir dalam dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi disimpulkan pembelajaran berbasis masalah menyajikan masalah kontekstual dalam proses belajar murid. Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, menjadikan murid bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real word). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang murid untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Hubungan Apersepsi Stand Up Solidarity, Pembelajaran Berbasis Masalah, dan Kemerdekaan Belajar Faktor pendukung terwujudnya kemerdekaan belajar dalam mewujudkan murid yang berkarakter ditentukan dari luar dan dalam. Faktor luar (ekstern) seperti kreatifitas guru menciptakan iklim pembelajaran yang menarik dan menantang bagi murid. Memberikan murid peluang untuk mengembangkan potensinya. Menumbuhkan kekuatan untuk menyelesaikan dan menikmati setiap proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada murid dicirikan dengan aktivitas murid mengkontruksi pengalaman belajar. Murid lebih banyak melakukan unjuk kerja atau bertanya, menampilkan gagasan, berpendapat, berkomunikasi, menyelidiki dan mencari tahu hal-hal yang ingin diketahui. Kemerdekaan belajar dalam diri harus bersumber dari motivasi yang kuat. Motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga murid mau, ingin dan menikmati melakukan sesuatu (proses belajar), dan bila murid menemukan kendala, maka akan berusaha meniadakan kendala dengan mencari cara untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Motivasi dapat dirangsang dari luar selama proses pembelajaran, tetapi motivasi tumbuh dalam diri muridlah yang paling baik. Tumbuhnya motivasi dapat diamati dari aktivitas peserta didik untuk melakukan usaha belajar mencapai tujuan yaitu hasil belajar yang baik. Menumbuhkan motivasi dalam diri agar terbentuk kemerdekaan belajar murid dapat diupayakan melalui penerapkan apersepsi stand up solydarity. Stand Up dalam Bahasa Indonesia berarti berdiri sedangkankan solidarity berarti solidaritas atau kekompakan. Dapat juga berarti kebersamaan dalam kelompok belajar. Apersepsi berarti pintu masuk yang dapat menghubungkan pengetahuan awal murid dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Apersepsi stand up solydarity memungkinkan murid terlibat lebih merdeka lebih tertarik, dan leluasa berekspresi dalam bentuk yel-yel penyemangat. Yel-yel ini dikumandangkan dengan penuh kekompakan di awal, proses, ataupun akhir pembelajaran. Terbangun kolaborasi secara terbuka diantara setiap murid. Dalam kelompok terjalin kerjasama yang menguatkan karakter gotong royong dalam kelompok belajar. Antar kelompok saling menyemangati, saling menghargai, bekerja keras, dan bertanggung jawab. Setiap proses yang dituntaskan bersama kelompok dirayakan dengan stand up solidarity. Sungguh sangat merdeka murid dalam belajar. Menyenangkan perasaan, keinginan, dan keaktifan murid. Iklim kelas sangat produktif dan menyenangkan. Utomo Dananjaya (2013) menjelaskan pembelajaran berbasis masalah membangun prinsip pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik memberikan kemerdekaan belajar dengan aktif bereksplorasi dan berinteraksi mengembangkan potensi. Peserta didik dilibatkan kedalam pengalaman yang difasilitasi oleh guru sehingga pikiran, emosi, dan energi terjalin dalam kegiatan yang menyenangkan dan menantang serta mendorong prakarsa peserta didik. Model pembelajaran berbasis masalah memungkinkan siswa berdiskusi memecahkan masalah, mencari informasi dari sumber alam sekeliling atau sumber-sumber sekunder buku bacaan dan memperoleh pengalaman secara langsung. Trianto (2009) menyatakan ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah yaitu: pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterampilan antar disiplin, menghasilkan produk dan memamerkannya, kolaborasi dan penyelidikan autentik. Sedangkan tujuan pembelajaran berdasarkan masalah membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, dan menjadi pembelajar yang mandiri. Jadi sangat jelas keterkaitan antara stand up solidarity, pembelajaran berbasis masalah (PBL), dan kemerdekaan belajar murid. Intinya terbangun iklim belajar yang berpusat pada murid. Terbentuk semangat belajar melalui solidaritas kelompok. Suasana belajar yang menyenangkan. Kerjasama setiap murid menguatkan rasa empati, saling membutuhkan dan bekerjasama dalam kelompok. Pembelajaran akan semakin memerdekakan murid karena pembelajaran berbasis masalah memberikan peluang kepada murid untuk bebas berekspresi dan menemukan setiap permaslaahan pembelajaran yang dipelajari. Daftar Pustaka Dananjaya, Utomo. 2013. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. https://www.gurugeografi.id. Diakses tanggal 7 Pebruari 2020. Kemdikbud. 2015. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher. .2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Profresif: Konsep Landasan, dan implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. DOKUMENTASI TERKAIT:

Komentar